Penetapan Harga Kendala Pengadaan Tanah di Indonesia



Penetapan Harga Menjadi Kendala Utama Pengadaan Tanah di Indonesia

sumber gambar : google.com

Sekarang ini tanah menjadi suatu barang yang mempunyai nilai ekonomi tinggi, khususnya yang berada dikawasan strategis. Mengetahui hal itu seseorang akan rela mempertahankan tanahnya secara mati-matian jika hak kepemilikan tanahnya direbut oleh orang lain. Berbagai macam cara akan ditempuh sebagian orang untuk mempertahankan kepemilikan tanahnya. Padahal sesuai dengan UUPA tanah mempunyai fungsi sosial. Ini berarti, bahwa hak atas tanah apapun yang ada pada seseorang, tidaklah dapat dibenarkan, bahwa tanahnya itu akan dipergunakan (atau tidak dipergunakan) semata-mata untuk kepentinggan pribadinya, apalagi jika hal itu menimbulkan kerugian bagi masyarakat.[1]

Pembangunan  infrastruktur  seperti : waduk, jalan, pembangkit tenaga listrik berperan sangat penting dalam menunjang berkembangnya perekonomian suatu bangsa. Tanpa adanya fasilitas tersebut gerakan ekonomi akan sangat lambat. Akan tetapi, tanah yang merupakan suatu wadah bagi pembangunan telah banyak dilekati dengan hak (tanah hak) ,sementara tanah negara sudah sangat terbatas persediaannya.[2] Untuk itu, sebagai salah satu solusi dari masalah tersebut adalah dengan mengambil tanah-tanah hak. Kegiatan “mengambil” (oleh pemerintah rangka pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum) inilah yang kemudian disebut dengan pengadaan tanah.[3]
                                                     
Pengadaan tanah adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak. Sedangkan kepentingan Umum adalah kepentingan bangsa, negara, dan masyarakat yang harus diwujudkan oleh pemerintah dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.[4] Pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum seringkali terhambat pada proses pengadaan tanah.

Menurut Ahmad Husein Hasibuan ada 2 (dua) kendala yang terdapat dalam pelaksanaan pengadaan tanah : faktor psikologis masyarakat dan faktor dana ( Ahmad Husein Hasibuan, 1986 : 6-7). Yang selama ini sering menjadi masalah dalam pelaksanaan pelepasan atau penyerahan hak lebih dikarenakan oleh faktor dana daripada faktor psikologis masyarakat.[5] Ini terbukti bahwa selama ini yang menjadi permasalahan dalam pengadaan tanah bukan mengenai ada-tidaknya kesediaan pemilik tanah untuk menyerahkan tanahnya untuk kepentingan umum, melainkan karena para pemilik tanah menganggap bahwa ganti-rugi yang ditawarkan tidak sesuai dengan harga pasar setempat.

Selama ini terhambatnya pelaksanaan pengadaan tanah pada umumnya disebabkan oleh  ketidaksesuaian harga yang ditetapkan pemerintah dengan harga yang dikehendaki oleh masyarakat. Masyarakat selaku pemilik tanah biasanya menolak harga dari pemerintah yang menurut mereka terlalu murah. Mereka akan mematok harga lebih tinggi dari harga pasar atau paling tidak sesuai dengan harga pasar, bahkan ada masyarakat yang menetapkan harga ganti rugi itu didasarkan pada harga sekian tahun kedepan atau setelah tanahnya dibebaskan dan telah dijadikan sarana umum.[6]

Pemerintah dalam menetapkan besarnya ganti rugi selama ini hanya menghitung pada aspek fisik saja. Besarnya ganti rugi seharusnya juga memperhitungkan aspek non fisik terhadap warga yang terkena dampak dari pembangunan tersebut sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2006 pasal 1 ayat 11. Boedi Harsono juga berpendapat bahwa yang kebijakan mengenai pemberian ganti rugi sebenarnya tidaklah terbatas pada penggantian nilai tanah, bangunan, dan tanam-tanaman, tetapi juga seharusnya meliputi penilaian kerugian yang bersifat immaterial dan kerugian yang timbul, seperti kegiatan usahanya, akibat perpindahan ke tempat lain, jumlah pelanggan dan keuntungan yang berkurang.[7]

Yang sering juga memperkeruh masalah dalam proses pengadaan tanah adalah adanya campur tangan pihak-pihak tertentu yang ingin mendapatkan keuntungan pribadi dengan memanas-manasi masyarakat untuk meminta harga yang sangat tinggi/ tidak wajar, yang mengakibatkan pembangunan terhambat karena penyelesaian menjadi berlarut-larut dan berkepanjangan.[8] Pihak ini bisa saja dari warga yang tidak mau diganti rugi dan mempengaruhi warga yang lain agar menolak harga ganti rugi dari pemerintah. Dan tak jarang pula kondisi tersebut memicu suatu benturan antar warga.










 [1] Lihat Penjelasan Umum Undang Undang Pokok Agraria Bab II angka 4
[2] http://jdih.bpk.go.id/wp-content/uploads/2011/03/PengadaanTanah.pdf, Pengadaaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, Diakses tanggal 19 Januari 2013 pukul 21.04.
[3] Lihat Pasal 1, Keppres 55 Tahun 1993 Tentang Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum Demi
Pembangunan.
[4] Lihat Pasal 1 Undang Undang Nomor 2 Tahun 2012.
[5] Oloan Sitorus, Pelepasan atau Penyerahan Hak Sebagai Cara Pengadaan Tanah (Jakarta: Dasamedia Utama, 1995), hlm. 49
[6] Adrian Sutedi, S.H., M.H., Implementasi Prinsip Kepentingan Umum Dalam Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm. 355
[7] Boedi Harsono, : “Masalah Kerangka Persoalan dan Pokok-pokok Kebijaksanaan Pertanahan Nasional, dalam BF Sihombing, Pergeseran Kebijakan Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Pemerintah dan Swasta (Studi Kasus Pengaturan Pemilikan, Penguasaan Tanah di Provinsi DKI Jakarta)”, Disertasi, Universitas Indonesia, Jakarta, 2004.
[8] Adrian Sutedi, S.H., M.H., Implementasi Prinsip Kepentingan Umum Dalam Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm. 354










Daftar Pustaka

Harsono, Boedi. 2004. Masalah Kerangka Persoalan dan Pokok-pokok Kebijaksanaan Pertanahan Nasional, dalam BF Sihombing, Pergeseran Kebijakan Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Pemerintah dan Swasta (Studi Kasus Pengaturan Pemilikan, Penguasaan Tanah di Provinsi DKI Jakarta), Disertasi. Universitas Indonesia. Jakarta
Republik Indonesia. 1993. Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 tanggal 10 September 1980 tentang Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum Demi Pembangunan. Sekretariat Kabinet RI. Jakarta.
Republik Indonesia. 1960. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Lembaran Negara RI Tahun 1960, No 104. Sekretariat Negara. Jakarta.
Republik Indonesia. 2012. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk kepentingan Umum. Lembaran Negara RI Tahun 2012, No 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5280. Sekretariat Negara. Jakarta.
Sie Infokum – Ditama Binbangkum. 2011. Pengadaaan Tanah Untuk Kepentingan Umum. http://jdih.bpk.go.id/wpcontent/uploads/2011/03/PengadaanTanah.pdf. Diakses tanggal 19 Januari 2013 pukul 21.04.
Sitorus, Oloan. 1995. Pelepasan atau Penyerahan Hak Sebagai Cara Pengadaan Tanah. Jakarta:Dasamedia Utama.
Sutedi, Adrian. 2008. Implementasi Prinsip Kepentingan Umum Dalam Pengadaan Tanah Untuk Pengadaan. Jakarta: Sinar Grafika.





Previous
Next Post »